Pada suatu sore yang cerah, keheningan ruangan hanya terusik oleh ketukan tuts keyboard yang berirama dari jari-jari Robert. Kerutan di dahinya menjadi saksi betapa seriusnya dia menghadapi layar yang penuh dengan barisan kode. Lebih dari sekadar menuliskan sintaks, dia sedang mengurai kompleksitas data keuangan dengan tujuan membuat sebuah analitik yang terpercaya. Program web yang sedang dikembangkannya ini dirancang untuk tidak hanya mendata, tetapi juga memberikan prediksi dan saran strategis bagi investor yang memonitor pasar saham Indonesia. Berbekal pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan S1 di Teknik Informatika dan S2 di Magister Manajemen Keuangan, Robert mencurahkan segala keahliannya. Perjalanan karirnya yang melewati berbagai fase, mulai dari saat dia masih seorang mahasiswa hingga menjadi seorang profesional di bidangnya, selalu diiringi dengan perkembangan teknologi yang tiada henti.
Namun, kali ini berbeda. Tingkat keseriusannya jauh berbeda dengan saat dia mensimulasikan alur algoritma dalam benaknya. Kehadiran ChatGPT (AI dari OpenAI) dan Gemini (AI dari Google) telah menandai era baru yang bahkan tidak pernah dia prediksikan sebelumnya. AI bukan sekadar alat baru, melainkan katalis yang mengubah cara kerja dan pemikiran dalam dunia teknologi informasi, khususnya dalam pemrograman dan pengembangan software. AI telah mengajarkan Robert bahwa tantangan yang dulunya terasa berat dan memakan waktu lama, kini dapat dipecahkan dengan lebih efisien. Dia menyadari bahwa dia kini memiliki partner catur intelektual yang tak hanya meniru langkahnya, tetapi juga menawarkan manuver-manuver yang belum pernah terlintas di benaknya. Eksperimentasi dengan algoritma menjadi lebih mudah dan hasil yang didapat pun jauh lebih cepat. Ide-ide yang sempat tertunda karena keterbatasan waktu dan sumber daya kini mulai dia realisasikan.
Pada suatu hari, Robert tiba-tiba mengirim pesan ke teman-temannya di beberapa grup WhatsApp, termasuk grup alumni SMA, grup angkatan S1 Teknik Informatika, dan grup angkatan S2 Magister Manajemen. Robert bertanya, “Hai, apakah kalian pernah mencoba menggunakan AI seperti ChatGPT dan Gemini?”. Tak ada yang membalas. Karena tak sabar, dia melanjutkan pertanyaannya, “ChatGPT dan Gemini ini sangat keren, tapi saya kok jadi merasa ada bahayanya yang bisa digunakan untuk hal-hal negatif?”. Setelah beberapa detik dan menit berlalu, seorang teman di grup S1 Teknik Informatika menjawab bahwa dia juga baru mendengarnya, namun belum mencobanya secara langsung. Ia hanya melihat meme dan berita-berita tentang teknologi ini. Diskusi di grup ini kemudian dilanjutkan, sebagian besar oleh Robert yang menceritakan pengalamannya menggunakan AI. Robert merasa bahwa bersama AI, dia sedang memainkan permainan teknologi yang sepenuhnya berbeda. Dia tidak hanya menjadi pengguna alat yang canggih ini, tetapi juga kolaborator yang memanfaatkan kemampuan AI untuk mencapai potensi tertinggi dari kreativitas dan analisisnya. Dengan semangat baru dan kemungkinan yang terbuka lebar, Robert optimis bahwa kontribusinya tidak hanya akan meningkatkan nilai perusahaan tempat dia bekerja, tetapi juga secara progresif memajukan industri teknologi informasi.
Meskipun AI telah mencapai banyak kemajuan dan mampu melakukan tugas-tugas kompleks dengan efisien, Robert menyadari bahwa teknologi ini masih memiliki keterbatasan. Kecerdasan buatan sering kali memukau penggunanya dengan kemampuannya yang cepat dan akurat dalam mengolah data besar, namun tidak selalu sempurna. Adakalanya, AI tidak dapat memberikan jawaban yang benar atau relevan karena kesalahan dalam membuat generalisasi atau gagal memahami nuansa dalam konteks tertentu yang mungkin mudah dipahami oleh manusia.
Dalam benaknya, diskusi di grup WhatsApp itu berlanjut dengan cepat. Bagaikan slide presentasi yang diputar dengan sangat cepat, terbayang lingkaran antara kecanggihan dan ketakutan. Robert merasa dirinya terperangkap. Kepiawaian AI dalam membantu program memang tiada duanya, namun di lain pihak, ia juga mempertimbangkan dampak sosial yang mungkin timbul. Pertukaran ide antara manusia dan mesin, yang awalnya adalah sesuatu yang penuh decak kagum, perlahan menguak ketidaksenangan. Bagi Robert, perubahan sosial akibat transformasi digital ini bukan sekadar permainan teknologi. Ia menyadari bahwa penciptaan AI yang efisien mungkin berujung pada dominasi utilitarianisme – di mana efektivitas dan produktivitas menjadi tujuan utama hingga menyingkirkan nilai dan esensi kemanusiaan. Ketika AI mulai mengambil alih pekerjaan yang sebelumnya dianggap eksklusif untuk manusia, muncul pertanyaan fundamental tentang peran kita dalam masyarakat. Lonceng peringatan mulai berdentang, menunjukkan bahwa kita mungkin sedang di tepi jurang ketimpangan yang lebih dalam.
Jiwa pembelajar Robert selalu menuntut pengetahuan baru, ambisius, mencari cara untuk meningkatkan kinerjanya. Ketika menemukan “mainan” baru seperti AI ini, dia sangat termotivasi untuk menerapkan pengetahuan baru ini ke berbagai topik dan baginya tidak terbendung untuk selalu membahasnya dengan orang lain. Namun, dia membatasi untuk membahasnya dengan adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah. Dia takut adik-adiknya menyalahgunakan AI sehingga bukan pendidikan yang benar didapat di sekolah, melainkan kepalsuan nilai rapor karena mengandalkan jawaban AI untuk mengerjakan soal-soal.
Pada suatu kesempatan, ketika melakukan perjalanan keluar kota, Robert bertemu dengan seorang kenalannya yang berprofesi sebagai guru senior dalam satu pesawat. Dia bercerita mengenai AI dan menggambarkan potensi-potensi penyalahgunaan AI dalam dunia pendidikan, seperti guru yang membuat soal dengan bantuan AI dan murid yang menjawab soal dengan instan menggunakan AI. Dia juga menekankan risiko yang lebih parah jika para pendidik tidak mengetahui dan menyadari kehadiran kemajuan teknologi AI yang aksesnya sangat mudah dan dapat digunakan oleh peserta didik. Pembicaraan ini sangat menarik hingga tidak terasa 2 jam berlalu dan waktunya pesawat mendarat telah tiba. Hasilnya cukup memuaskan Robert karena kenalannya itu menjadi antusias dan setuju dengan kekhawatiran yang diutarakan panjang lebar oleh Robert.
Tidak lama kemudian dalam perjalanannya di luar kota, Robert bertemu dengan seorang teman lamanya dari SMA. Mereka pun mulai berbincang-bincang, dan teman lamanya itu mulai bercerita tentang pekerjaannya dan bagaimana teknologi telah mengubah cara kerjanya. Robert tertarik dan mulai bertanya lebih dalam tentang bagaimana teknologi telah memberikan dampak positif dalam pekerjaan teman lamanya tersebut. Mereka pun berdiskusi panjang lebar tentang perkembangan teknologi terkini dan bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Teman lamanya juga menceritakan pengalamannya menggunakan teknologi AI dalam bidangnya, yang membuat Robert semakin tertarik. Mereka berbagi pandangan tentang bagaimana teknologi AI dapat digunakan secara positif dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan manajemen. Diskusi mereka berlanjut hingga larut malam, dan Robert merasa sangat bersyukur telah memiliki kesempatan untuk berbagi ide dan pengalaman dengan teman lamanya tersebut.
Robert kemudian memutuskan untuk mengambil pendekatan yang lebih proaktif. Ia mulai merancang pelatihan dan seminar tentang AI untuk mengedukasi masyarakat dan mempersiapkan mereka terhadap perubahan yang akan datang. Jaman AI telah dimulai, bahkan telah berkembang pesat, seperti tulisan ini yang dari awal hingga paragraf terakhir ini adalah hasil kolaborasi pemikirannya dengan AI.